Tuesday, March 20, 2012

WUDHU DAN KESEHATAN JASAMANI


Tugas Fiqih Nilai
WUDHU DAN KESEHATAN JASAMANI
Oleh: Lubi Nurzaman
Kelas B Smester II Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Wudhu ternyata mempunyai manfaatnya sangat besar. Itulah yang dibuktikan oleh para ahli kesehatan dunia. Salah satunya adalah Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater sekaligus neurolog berkebangsaan Austria. Ia menemukan sesuatu yang menakjubkan dalam wudhu karena mampu merangsang pusat syaraf dalam tubuh manusia. Karena keselarasan air dengan wudhu dan titik-titik syaraf, kondisi tubuh senantiasa akan sehat. Dari sinilah ia akhirnya memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels. (www.republika.co.id)
Ulama fikih juga menjelaskan hikmah wudhu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudhu-seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki –memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing, termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus dibasuh, sebab penyakit kulit umumnya sering menyerang permukaan kulit yang terbuka dan jarang dibersihkan, seperti di sela-sela jari tangan, kaki, leher, belakang telinga, dan lainnya. Karena itu, Mochtar Salem memberi saran agar anggota tubuh yang terbuka senantiasa dibasuh atau dibersihkan dengan menggunakan air.
Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa munculnya penyakit kulit disebabkan oleh rendahnya kebersihan kulit. Karena itu, orang yang memiliki aktivitas padat (terutama di luar ruangan) disarankan untuk sesering mungkin membasuh atau mencuci anggota badannya yang terbuka, seperti kepala, muka, telinga, hidung, tangan, dan kaki.
Mencegah penyakit dengan wudhu bisa kita cermati dan pelajari sejarah hidup Rasulullah SAW, seperti yang diungkapkan Muhammad Husein Haykal dalam bukunya Hayatu Muhammad, sepanjang hidupnya Rasulullah SAW tak pernah menderita penyakit, kecuali saat sakaratul maut hingga wafatnya. Hal ini menunjukkan bahwa wudhu dengan cara yang benar niscaya dapat mencegah berbagai macam penyakit.
Menurut sejumlah penelitian, berwudhu itu dapat menghilangkan berbagai macam penyakit. Misalnya, penyakit kanker, flu, pilek, asam urat, rematik, sakit kepala, telinga, pegal, linu, mata, sakit gigi, dan sebagainya.
Mokhtar Salem dalam bukunya Prayers a Sport for the Body and Soul menjelaskan, wudhu bisa mencegah kanker kulit. Jenis kanker ini lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap oleh kulit. Kemudian, apabila dibersihkan dengan air (terutama saat wudhu), bahan kimia itu akan larut. Selain itu, jelasnya, wudhu juga menyebabkan seseorang menjadi tampak lebih muda.
Dalam penelitian yang dilakukan Muhammad Salim tentang manfaat wudhu untuk kesehatan, terungkap bahwa berwudhu dengan cara yang baik dan benar akan mencegah seseorang dari segala penyakit. Dalam penelitiannya itu, Muhammad Salim juga menganalisis masalah kesehatan hidung dari orang-orang yang tidak berwudhu dan yang berwudhu secara teratur selama lima kali dalam sehari untuk mendirikan shalat.
Salim mengambil zat dalam hidung pada selaput lendir dan mengamati beberapa jenis kumannya. Pekerjaan ini ia lakukan selama berbulan-bulan. Berdasarkan analisisnya, lubang hidung orang-orang yang tidak berwudhu memudar dan berminyak, terdapat kotoran dan debu pada bagian dalam hidung, serta permukaannya tampak lengket dan berwarna gelap.
Adapun orang-orang yang teratur dalam berwudhu, ungkap Salim, permukaan rongga hidungnya tampak cemerlang, bersih, dan tidak berdebu. “Sesungguhnya, cara berwudhu yang baik adalah dimulai dengan membasuh tangan, berkumur-kumur, lalu mengambil air dan menghirupnya ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya. Langkah ini hendaknya dilakukan sebanyak tiga kali secara bergantian,” kata Salim.
Referensi
www.republika.co.id,
Lentera Hidup – Buya Hamka
http://id.wikipedia.org

NILAI SYAHADAT DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI


Syahadat adalah kesaksian tentang keesaan Allah SWT, pengakuan Allah sebagai Tuhan dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah utusan Allah. Kesaksian ini ada konsekuensinya yang harus dibuktikan dalam kehidupan. Setiap Muslim akan diminta pertangungjawabannya di akhirat kelak tentang pengakuan syahadatnya. Banyak Muslim tidak menyadari bahwa dalam sikap dan tindakannya sehari-hari banyak yang tidak sesuai dengan syahadatnya, tidak sesuai dengan kesaksian tauhidnya. Keimanannya terkotori oleh sifat-sifat riya, ujub dan kesombongan fikirannya.
Dalam syahadat terkandung nilai-nilai begitu banyak dan dapat di jadikan sebagai acuan dalam menjalani hidup di dunia  salahsatunya adalah  nilai-nilai psikologis yang terkandung dalam syahadat, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Syahdat akan membangun suatu keyakinan dalam berusaha.
Dengan syahadat kita akan selalu yakin dalam setiap usaha yang kita jalani Allah akan selalu menyertai kita dangan cara membantu kita agar kita mudah dalam usaha untuk mencapai tujuan yang kita inginkan, kita akan yakin bahwa yang kita usahakan telah sesuai dangan aturan yang di gariskan oleh Allah dan Rasul-Nya sehingga kita akan nyaman menjalaninya.
2.      Syahadat akan menciptakan suatu daya dorong dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Syahadat akan memberikan motivasi berlipat ganda ketika seseorang memiliki suatu tujuan sehingga apapun yang terjadi dalam setiap usaha untuk mencapai tujuan yang ia inginkan ia akan tetap istiqomah menjalaninya.

3.      Syahadat akan membangkitkan suatu keberanian dan optimisme
Dengan syahadat kita akan berani menghadapi halangan dan  rintangan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Syahadat akan membangkitkan optimisme untuk mencapi tujuan karena kita yakin Allah akan selalu menolong hamba-Nya yang selalu percaya dan tawakkal kepada-Nya, seperti di sebutkan dalam ayat Al-Quran:
“Ketika dua golongan dari padamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah karena Allah saja orang-orang mukmin bertawakal” (Ali Imran: 122)
4.      Syahadat akan menciptakan ketenangan batiniah dalam menjalankan misi hidup.
Dalam Al-Quran misi hidup manusia di muka bumi ini adalah sebagai khalifah yang mengelola bumi untuk mencapai apa yang disebut baldatun thayyibatun warabbun ghafur yaitu negeri yang aman tentram, sejahtera dan mendapatkan ampunan dari Tuhan. Dan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa manusia hidup di dunia ini ibarat musafir yang lewat sembari mengumpulkan bekal untuk hidup abadi di akhirat kelak. Untuk mensukseskan misi itu di perlukan ketenanga bathin sehingga tujuan itu akan mudah tercapai.
Dari penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa begitu banyak nilai-nilai syahadat secara psikologis yang mampu menunjang manusia untuk menjalakan hidup di dunia ini.
SUMBER
Ginanjar, Ari. Rahasia Sukses Membngun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. Cet. 33. Jakarta: Arga. Maret 2007.
Hebb, Donald Olding. Psikologi, terj. Andi Mapputre. Cet. 1. Surabaya: Usaha Nasional. t.th.

Nilai dari Ajaran dan Praktek Shalat dalam Perspektif Agama



Nilai dari Ajaran dan Praktek Shalat dalam Perspektif Agama
Ikhlas merupakan kata kunci untuk mencapai kesuksesan hakiki,  kesuksesan yang  abadi, dan kesuksesan  dalam pandangan Allah.  Hal ini sebagaimana ayat :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (98 : 5)
Melalui kalimat ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”,  kita bisa memahami bahwa tindakan penghambaan yang Allah inginkan adalah dengan memurnikan ad-dien (seluruh ajaran yang terkandung dalam Al Quran dan Sunnah),  dan melaksanakan dengan lurus, tanpa mengurangi dan menambahkan.
Lalu, pada kalimat selanjutnya, Allah berfirman : “…dan supaya mereka mendirikan shalat…
Shalat dalam konteks ayat ini adalah, …. simbol dari wujud nyata dari keikhlasan kepada Allah..
Dalam Al Quran, kata-kata shalat seringkali menggunakan kata aqimu, yang berasal dari kata qowama yang bermakna tegak .
Menegakan atau mendirikan shalat, tidak hanya berarti melaksanakan shalat,
tetapi,.. sebagaimana penggunaan kata yang di gunakan, menegakkan shalat adalah bagaimana seorang hamba berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Shalat dalam kehidupan kesehariannya.
Beberapa contoh sederhana yang bisa kita cermati dala konteks menegakkan nilai shalat seperti..
Shalat di awali dengan bersuci.. hal ini tentunya mengingatkan kita agar senantiasa menjaga kesucian fitrah kita sebagai manusia.. dan..mengingatkan kita,…. bahwa Allah adalah dzat yang Maha Suci… yang hanya menerima hamba-Nya yang suci untuk menghadap kepada-Nya.
Atau seperti pada saat seorang hamba melaksanakan shalat baik pada saat ia melakukannya pada saat berjama’ah atau pada saat sendirian,….
Dalam shalat, apabila ia buang angin yang tidak tertahankan pada saat shalat, tentunya  seseorang akan berhenti dari shalatnya dan mengulang lagi shalat-nya, karena kita semua tahu, buang angin pada saat shalat adalah hal yang membatalkan shalat.
Dalam hal ini, shalat mengajarkan kita untuk senantiasa berlaku jujur. Berlaku jujur pada diri sendiri. Tentunya, berlaku jujur tidak hanya pada saat shalat, tetapi yang  perlu menjadi perhatian adalah mewujudkan perilaku jujur pada saat setelah shalat. Berlaku jujur dalam setiap perilaku, dalam setiap keadaan, baik dalam berbicara, dalam berdagang,  dan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Shalat di akhiri dengan salam ke kanan dan ke kiri,… ucapan salam mengandung do’a.  Dan pada saat kita mengakhiri shalat, kita mendo’akan mereka yang ada di kanan dan kiri kita. Salah satu makna dari hal ini adalah, sebagaimana sabda Rasulullah :
“Seorang muslim sejati adalah ketika manusia selamat dari lisan dan tangannya, dan mu’min sejati, adalah ketika manusia merasa aman darinya atas harta dan darahnya” (HR Ahmad : 8575)
Artinya, seseorang yang mengakhiri salam dalam shalatnya, hendaknya menegakkan do’a yang ia setelah selesai melaksanakan shalat.  Sebagaimana sabda Rasulullah saw, maka ia tidak akan mencelakakan orang lain dengan lisan dan tangannya.
Lisan…adalah segala ucapan yang dapat menyakitkan hati atau mencelakakan orang lain, sedangkan tangan yang dalam kaidah bahasa arab sering di identikan dengan kekuasan atau perbuatan, dalam hadits ini di tujukan kepada semua perbuatan yang dapat kita lakukan sesuai dengan kekuasaan yang kita miliki.
Tentunya..begitu banyak pelajaran bisa kita ambil dari shalat yang Allah ajarkan kepada kita, apa yang disampaikan tadi hanyalah beberapa contoh kecil.. dari bagaimana seharusnya seseorang  ‘mendirikan’ shalat, agar kita tidak menjadi orang yang celaka sebagaimana firman-Nya :
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,” (107 : 4)
Kelalaian dalam ayat ini, tidak hanya berkaitan dengan pelaksaan dan waktu, tetapi yang lebih penting lagi adalah kelalaian dalam menegakkan nilai-nilai yang terkadung dalam shalat.
Shalat yang merupakan wujud dari keikhlasan kepada Allah, Keikhlasan kepada Allah, tidak hanya tertanam dalam qolbu seseorang, yang lebih penting lagi adalah mewujudkannya dengan melakukan shalat dan menegakkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Wallahu ‘alam.
SUMBER
http://pashalia.blogdetik.com/?p=327

Tafsir Tematik

Dimensi Psikis Manusia:  A-Nafs,  Al’Aql, Ar-Ruh, Al-Fitrah, As-Shodr, Al-Qolbu, Al-Fuad.
1.      An-Nafs
           Pengertian Al-nafs menurut Al Qur`an, dapat disimpulkan dengan satu pernyataan bahwa nafs adalah makhluk yang memiliki eksistensi, sifat dan karakteristik khusus. Oleh karena itu, dalam pengertian ini dapat mengalami kematian dan kebinasaan sebagaiman makhluk -makhluk lainnya.
Nafs dalam arti jiwa telah di bicarakan para ahli sejak kurun waktu yang sangat lama. Dalam persoalan  nafs telah di bahas dalam kajian filsafat, psikologi dan juga ilmu tasawuf sendiri. Dalam filsafat,jiwa di anggap merupakan subtansi materi, sehingga manusia di pandang memiliki jiwa dan raga, jiwa merupakan suatu kemampuan, yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam kegiatan -kegiatan, jiwa semata -mata sebagai sejenis proses yang tampak pada organisme -organisme hidup, jiwa senada dengan tingkah laku. Dalam psikologi, jiwa di hubungkan dengan tingkah laku, psikologi mengkaji perbuatan -perbuatan yang di pandang sebagai gejala -gejala jiwa. Teori -teori psikologi baik psikoanalisa, behaviorisme maupun humanisme memandang jiwa sebagai suatu yang berada di belakang tingkah laku. Dalam tasawuf ,nafs diartikan sesuatu yang melahirkan sifat tercela, al -Ghozali (W. 1111 M) misalnya, menyebut nafs sebagai pusat potensi marah dan syahwat pada manusia.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, nafs ( nafsu ) juga di fahami sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik, padahal dalam al -Qur`an,nafs tidak selalu berkonotasi negative. Nafs dalam konteks manusia menunjukkan kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Selain itu juga tentang hakikat menusia atau sekurang -kurangnya tentang sifat -sifat yang secara alami melekat pada manusia, atau hokum -hokum yang berlaku pada kejiwaan manusia. Menurut sastra arab kuno menggunakan kata nafs untuk menyebut diri,seseorang sementara kata roh digunakan untuk menyebut nafas dan angina. Pada masa awal turunnya al- Qur`an, kata nafs digunakan untuk menyebut jiwa atau sisi dalam manusia, sementara roh digunakan untuk menyebut malaikat jibril atau anugrah ketuhanan yang istimewa. Baru periode setelah al -Qur`an secara keseluruhan memasyarakat di dunia islam, nafs digunakan oleh literature arab untuk menyebut jiwa dan roh secara silang dan keduanya digunakan untuk menyebut rohani, malaikat dan jin. Bahasa arab juga menggunakan istilah nafsiyun (ﻨﻔﺴﻲ) dan nafsaniyun (ﻨﻔﺴﺍ ﻨﺴﻲ) untuk menyebut hal -hal yang berhubungan dengan nafs.
2.      Al-Qolbu
Qalbu merupakan salah satu istilah–berasal dari bahasa Arab yang sudah diadaptasi (dipinjam) oleh bahasa Indonesia –dan dieja menjadi kalbu dan digunakan dalam arti hati atau hati nurani. Padahal makna generiknya adalah: membalik (yang berada di atas menjadi di bawah; yang di kanan menjadi di kiri; yang nyata menjadi tidak nyata); berpaling; berubah; marah; inti, esensi dan jantung (Anis, II, 1970: 753 dan Wehr, 1980: 784). Qalbu memang menjadi salah satu ukuran kualitas manusia. Karena itu, kita sering mendengar ungkapan: berhati emas, berhati baja, berhati iblis, berhati mulia. Sifat-sifat manusia, yang baik maupun yang buruk, juga sering dilukiskan dengan menggunakan idiom hati, seperti: iri hati, panas hati, gelap hati, besar hati, kelembutan hati, jatuh hati, kecil hati, dan sebagainya.
Qalbu merupakan salah satu karunia Allah Swt. yang sifat dan fungsinya luar biasa besar dalam kehidupan manusia, sehingga tidak jarang kita menemui ungkapan: "Dalamnya laut dapat diduga; dalamnya hati siapa tahu". "Hatiku tidak dapat dibohongi." "Hati adalah pangkal pahala dan dosa," kata Ebied G. Ade. Dalam al-Qur'an Qalb disebut sebagai  alat untuk memahami  realitas dan nilai-nilai (QS. al-Hajj [22]: 46). Qalb hanya menampung hal-hal yang disadari, dan keputusan yang diambil oleh qalb berimplikasi pahala dan dosa (Mubarok, 2001: 6). Oleh karena itu, Allah pada hari kiamat tidak akan melihat rupa dan fisik kita, tetapi yang dilihat (dan dinilai) oleh-Nya adalah hati dan amal perbuatan kita (HR. Muslim)
3.      Ar-Ruh
            Ruh dalam bahasa Arab digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, malaikat, perintah dan rahmat. Jika kata ruhani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut lawan dari dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab kata ruhaniyyun digunakan untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti: malaikat dan jin (Mubarok, 2001:10). Al-Qur'an, antara lain, menggunakan kata ruh untuk menunjukkan makna nyawa menyebabkan seseorang masih tetap hidup (QS. al-Isra' [17]: 85), malaikat (QS. al-Syu'ara' [26]: 193), rahmat Allah (QS. al-Mujadalah [58]: 22) dan al-Qur'an (QS. al-Syura [42]: 52). Mengenai ruh manusia, meski disebutkan  ada proses peniupan ruh ke dalam tubuh manusia (QS. al-Shaffat [37]: 7-9), tetapi dari ayat itu juga dapat dipahami bahwa ruh itu semacam sinergi dari elemen-elemen sistem organ tubuh. Artinya ketika organ-organ tubuh manusia semuanya berfungsi maka ruh hadir, dan ketika tidak berfungsi, ruh menghilang, sehingga kehadiran ruh dapat dipahami sebagai sunnatullah (hukum Allah) yang dapat dirumuskan dengan: jika x maka y.
4.      Al-Aql
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola -ya’qilu -‘aqlan yang maknanya adalah “ fahima wa tadabbaro “ yang artinya “paham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang) “. Maka al-‘aql, sebagai mashdarnya, maknanya adalah “ kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu “. Sesuatu itu bisa ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh panca indra.

Letak akal
Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat 46, yang artinya,” Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi lalu ada bagi mereka al-qolb (yang dengan al-qolb itu) mereka memahami (dan memikirkan) dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang dengan telinga itu) mereka mendengarkan dengannya, maka sesungguhnya tidak buta mata mereka tapi al-qolb (mereka) yang di dalam dada.” Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al-’aql itu ada di dalam al-qolb, karena, seperti yang dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami dan memikirkan itu dilakukan oleh al-‘aql maka tentu al-‘aql ada di dalam al-qolb, dan al-qolb ada di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung, bukan hati dalam arti yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam dada, dan hati dalam arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabd.
5.      Al-Fitrah
Dalam Alqur’an, kata fitrah berasal dari kata fathara. Fitrah mengandung arti “yang mula-mula diciptakan Allah”, “keadaan yang mula-mula”, “yang asal”, atau “yang awal”. Jika melihat firman Allah dalam surat al-An’am ayat 79, sebuah surat yang sangat dikenal karena sering dilafadzkan dalam pembukaan shalat, sebelum membaca al-Fatihah, yang bunyinya adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Q.S. al An’am [6]: 79).
Kata fitrah dalam konteks ayat ini (fathara) dikaitkan dengan pengertian hanif, yang jika diterjemahkan secara bebas menjadi “cenderung kepada agama yang benar”. Dari pengertian tersebut, timbul suatu teori, bahwa agama umat manusia yang paling asli adalah menyembah kepada Allah. Dan disinilah sejatinya letak fitrah manusia. Disebutkan dalam Alqur’an surat al-A’raf ayat 172, bahwa fitrah manusia ditandai dengan perjanjian manusia dengan Allah segera setelah manusia diciptakan:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari rahim mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Q.S. al-A’raf [7] 172).
Memang, tidak selamanya manusia tetap dalam ikatan perjanjian dengan Allah sebagaimana tergambar dalam surat al-A’raf itu. Manusia juga memiliki potensi negatif, sebagaimana firman Allah SWT: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (Q.S. Asy Syams [91]: 8). Seiring perkembangan usia dan pergaulannya, manusia hampir selalu menodai perjanjian itu atau bahkan memutuskannya. Pada kondisi seperti inilah manusia sebenarnya telah jauh dari ajaran-ajaran agama, karena lebih memberati dorongan nafsu, dorongan-dorongan untuk melakukan kejelekan dan kemaksiatan. Manusia lupa akan fitrahnya, lupa akan asal mulanya, lupa dengan janjinya kepada Allah.
6.      As-Shodru
As-Shodru secara bahasa artinya dada, as-shodru merupakan salah satu lapisan hati yang berisi nafsu amarah dan nafsu syahwat.
Orang disebut kafaru (kafir) apabila ia menutup Qolbunya dengan hawa nafsu, sehingga cahaya Iman-nya tidak keluar.  Itulah yang disebut dalam Surat Al Baqarah ayat 7 : Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, serta penglihatan mereka ditutup. Dan  bagi mereka siksa yang amat berat.
Ada sekat yang menutupi, sehingga Iman-nya tidak bisa berperan.  Padahal asal-mulanya, sebelum manusia itu lahir ke dunia, ketika masih di alam arwah  imannya berperan.  Karena perjalanan waktu  maka Ash Shodru-nya ditutup dengan hawa nafsu, syahwat dan pikiran-pikiran yang menentang AlQur’an, menentang Islam, menentang Allah subhanahu wata’ala serta menentang Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.  Sehingga mereka disebut kafaru (kafir).
7.      Al-fuad
Al-Fu'ad adalah bagian dari pada hati yang berkaitan dengan ma'rifat. Al-fu'ad adalah tempat melihat dan bagian hati adalah pengetahuan jika pengetahuan dan ru’yah disatukan, sesuatu yang tidak dapat terlihat dapat diketahui dan seseorang hamba menjadi yakin. Al-Fu'ad merupakan tempat ma'rifat dan rahasia-rahasia, alat penglihat batin setiap kali seseorang mendapat sesuatu yang bermanfaat, maka yang pertama kali merasakan manfaat adalah fu'ad, lalu Qalb. Al-fu'ad terletak ditengah-tengah Qalb, sedangkan Qalb berada di tengah-tengah Shadr.
Al-fu'ad merupakan potensi Qalb yang berkaitan dengan indrawi, mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia. fu'ad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk pada objektivitas, kejujuran dan jauh dari berbohong. Qalb diberikan potensi pikir, yaitu hati dalam bentuk fu'ad. Kemampuan untuk mengolah, memilih, dan memutuskan segala informasi ruang akal, berpikir, bertafakkur, memilih dan mengolah data yang masuk dalam qalb manusia. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan moral Al-Fu'ad yang ada dalam al-Qur'an merupakan simbol dalam penyebutan arti al-fu'ad adalah al Qalb karena bisa mengebu-mengebu dan menyala-menyala al fu'ad dimiliki oleh manusia dan hewan yang memiliki Qalb dan pula yang mengatakan al-fu'ad ditengah-tengah Qalb. Selain itu juga ada yang menyatakan kata al-fu'ad: penutup Qalb atau kulit Qalb. Jika fuad adalah isi/biji maka Qalb adalah bungkusan paling luar/kulitnya.

SUMBER
Jaelani, A.F. 1997. Penyucian Jiwa (Tazkiyatun Al-Qur’an- nafs). Jakarta: Amzah.
________2002. Ensiklopedi Islam (kal-nah). Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2002, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
 www.alsofwah.or.id