Kredit foto: Jhon Husen
JURNALISME BERBASIS KOMUNITAS*
Oleh: Lubi Nurzaman
Mahasiswa Semester IV Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. Raya Cipadung No. 105 Cibiru Kota Bandung
HP: 085793747361, E-mail: lubinurzaman.psiivb.gmail.com
Abstrak:
Memasuki sekaligus berkarir dalam dunia jurnalistik merupakan impian semua orang yang memiliki potensi, minat, dan bakat dalam jurnalistik. Akan tetapi, tidak setiap orang dapat mengetahui dan mendapatkan wadah yang sesuai untuk menyalurkan potensi, minat, dan bakatnya itu. Untuk ini, jangan berharap kepada lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas atau media massa mapan yang mengharuskan orang-orang yang ingin memasuki dunia jurnalistik untuk memenuhi berbagai persyartan yang sering memberatkan. Dalam hal ini komunitas jurnalistik menjawab semua hambatan itu karena komunitas jurnalistik dapat menghilangkan semua hambatan kelembagaan atau persyaratan yang berbelit. Peran komunitas jurnalistik sebagai media penyebarluasan pengetahuan ke-jurnalistikan memang harus ditingkatkan, terutama soal konsistensi dan kontinyuitas keberadaannya. Melalui komunitas jurnalistik ini, dimana hambatan yang sering memberatkan dapat dilalui bahkan dihilangkan sama sekali, semua orang dapat mendirikan dan mengikutinya.
Kata Kunci: Komunitas Jurnalistik, Media Siber, Media Arus Utama,
Pendahuluan
Komunitas dapat diartikan dalam beberapa arti. Menurut Barry Wellman yang dikutip oleh Gerard Delanty (2003 : 177) definisi komunitas adalah,“Community are networks of interpersonal ties that provide sociability, support, information, a sense of belonging and social identity”.
Menurut pengertian di atas, komunitas adalah jaringan dari beberapa individu yang saling mengikat yang meningkatkan sosialisasi sesama jaringan, saling mendukung, memberikan informasi, adanya rasa memiliki dan menjadi identitas sosial. Ikatan yang kuat dan dukungan dari sesama anggota komunitas memungkinkan adanya saling ketergantungan di antara anggota komunitas yang secara sadar atau tidak terjadi interaksi saling memanfaatkan di antara anggota komunitas. Menurut Beniger (dalam Smith and Kollock, 1999: 31) “The sense of shared community requires that the participant be sympathetic to the ideas around which the group is based” (Smith dan Kollock, 1999:31) artinya perasaan saling berbagi dibutuhkan dalam komunitas dimana anggota akan bersimpati terhadap ide-ide yang ada di sekitar dimana kelompok tersebut berasal. Sekalipun jika mereka tidak disetujui, dibutuhkan beberapa landasan yang sering muncul di sekelilingnya. Identitas sosial mereka merupakan hal yang penting dari komunitas.
Sedangkan definisi Jurnalistik menurut adalah salah satu aktivitas komunikasi yang meliputi seluruh kegiatan penelusuran, pengolahan dan penyampaian informasi yang memiliki nilai sebagai sebuah berita dengan menggunakan media massa sebagai sarana penyajiannya. Penelusuran berarti bahwa informasi tidak datang dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan suatu usaha yang sistematis dalam penggalian informasi. Pengolahan menunjukkan, bahwa setelah informasi tersedia maka dibutuhkan keterampilan lanjutan untuk mengemas informasi tersebut sehingga layak disampaikan dan mudah dikonsumsi oleh mereka yang membutuhkannya. Penyajian menegaskan, bahwa aktivitas jurnalistik dirancang untuk mendistribusikan kembali apa-apa saja yang ditelusuri dan diolahnya kepada publik dan tentunya, media massa adalah sarana yang paling efisien dan strategis dalam penyebarannya.
Hal yang juga membedakan jurnalistik dengan aktivitas komunikasi lain, adalah bahwa informasi yang ditelusuri, diolah dan kemudian disajikan kepada publik harus memiliki nilai sebagai sebuah berita. Sesungguhnya, tidak semua informasi dapat dikategorikan sebagai sebuah berita melainkan yang hanya memiliki pengaruh bagi kehidupan kita sebagai individu maupun mahluk sosial.
Dewasa ini dunia jurnalistik telah mengalami perkembangan begitu pesat seiring dengan perkembangan kebebasan pers yang dimulai sejak terjadinya reformasi 1998. Berbagai komunitas jurnalistik tumbuh disetiap daerah bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa. Komunitas jurnalistik ini menjadi semacam tren baik itu di lembaga-lembaga pendidikan ataupun masyarakat umum.seperti Journalist Student Club (JSC) di MAN Darussalam Ciamis Jawa Barat dan Psychology Journalism Community (PJC) di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Komunitas-komunitas ini selain wadah untuk mengembangkan minat dan bakat dalam dunia jurnalistik juga menjadi bagian dalam proses untuk menjadi jurnalis professional karena tidak bisa dipungkiri banyak jurnalis professional yang lahir dari komunitas-komunitas jurnalistik seperti Nur Aliem Halvaima (NAH), Editor Harian Terbit Jakarta (Pos Kota Grup) versi cetak yang berasal dari komunitas pena timur. Komunitas jurnalistik lahir dari kesepakatan beberapa orang yang mempunyai hobi dalam bidang jurnalistik dengan di dukung oleh orang atau perusahaan yang sudah mapan seperti Bajukopral (Barudak jurnlistik periangan lho!) yang dibina oleh koran Priangan. Dengan adanya pembina atau mentor komunitas jurnlistik ini menjadi lebih terarah untuk mencapai visi dan misi komunitasnya, sekaligus menjadi tempat berlatih dalam dunia jurnlistik professional seperti adanya pemagangan dan pengikutsertaan dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh media massa pembina.
Setiap komunitas jurnalistik pasti memiliki media komunitas, media komunitas ini berperan penting sebagai tempat untuk mengaplikasikan teori-teori atau pengetahuan ke jurnalistikan seperti Suara Jabar yang memiliki media berita online suarajabar.com. Media komunitas juga menjadi tempat untuk menujukan eksistensi diri sekaligus aktualisasi diri anggota.
Komunitas meskipun berpotensi menjadi tandingan media arus utama dalam hal penayangan informasi, akan tetapi keberadaannya menjadi begitu penting ketika tidak ada media yang independen dalam menyampaikan berita atau informasi. Komunitas tidak terikat dengan aturan dari pemodal atau keadaan pasar karena memang tidak profit oriented sehingga mereka dapat menjaga independensi dalam menjalankan profesinya sebagai jurnalis.
Manfaat Komunitas Jurnalistik
Setelah tadi secara tidak langsung dibahas tentang manfaat adanya komunitas jurnalistik, berikut ini akan di paparkan berbagai manfaat lainnya dari komunitas jurnalistik.
Pertama, sebagai tempat untuk menyalurkan potensi, minat dan bakat dalam ke jurnalistikan. Potensi, minat, dan bakat akan menjadi tidak berguna ketika tidak ada wadah untuk menyalurkannya. Oleh karena itu, dengan adanya komunitas jurnalistik
Kedua, sebagai tempat bersosialisasi dan belajar bersama orang lain yang memiliki kegemaran yang sama.
Ketiga, sebagai salah satu alternatif mengaktualisasikan diri dengan menyampaikan fakta, opini dan tulisan lainnya yang mungkin saja bertolak belakang dengan media arus utama.
Namun kita tidak bisa memungkiri dalam jurnalisme berbasis komunitas selain ada kekuatan dalam hal ini manfaat, terdapat juga berbagai kelemahan yang menyertainya. Kelemahan ini lahir bukan hanya disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia, akan tetapi masih banyak faktor lain yang menjadi kelemahan dalam jurnalisme berbasis komunitas, di antaranya:
Pertama, sumber dana operasional tidak stabil: karena biasanya komunitas jurnalistik non profit oriented sehingga sumber dana untuk operasional hanya berasal dari anggotanya saja. Jika memang ada sumber dana lain, biasanya tidak tetap dan tidak dapat menunjang seluruh biaya operasional komunitas.
Kedua, anggota yang beragam: anggota yang beragama latar belakang membuat komunitas jurnalistik tidak terlalu konsisten dalam menjalankan kegiatannya bahkan bisa dikatakan sangat kondisional.
Ketiga, struktur organisasi lemah: struktur organisasi yang dibentuk hanya berdasarkan kesepakatan antar anggota sehingga kualitas pemegang jabatan tidak terlalu terjamin. Tidak seperti perusahaan media massa mapan yang melakukan proses seleksi ketat dalam pengisian jabatan, sehingga kualitasnya benar-benar terjamin. Kualitas pemegang jabatan yang tidak terjamin, menjadikan jalannya roda organisasi sering mengalami hambatan yang berakibat pada output jurnalistik yang buruk.
Keempat, tidak adanya legalitas: biasanya komunitas tidak didaftarkan pada lembaga pemerintah semisal Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sehingga posisi tawar menjadi lemah.
Kesimpulan
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, maka bisa dikatakan jurnalisme berbasis komunitas menjadi kekuatan tersendiri di tengah hiruk pikuk dunia jurnlistik yang mayoritas diisi oleh media main stream. Jurnalisme berbasis komunitas dapat menjadi alaterntif bagi orang-orang yang berminat pada jurnalistik tanpa menghilangkan idealismenya. Dapat menjadi penyeimbang penyedia informasi yang benar-benar tidak berpihak pada pemilik modal selayaknya media main stream, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang benar-benar diinginkannya. Namun, kelemahan yang ada bukanlah suatu halangan untuk tetap aktif dan memajukan jurnalisme berbasis komunitas.
Kepustakaan
Ishwara, Luwi. 2011. Jurnalisme Dasar, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Charity, Arthur. 1995. Doing Public Journalism, New York: The Guilford Press
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/12/13/wisata-keluarga-gaya-komunitas-wartawan-pena-timur-ke-situ-patenggang/, di akses pada tanggal 11 Maret 2013 pukul 09.00 WIB.
Suarakomunitas.net, di akse pada tanggal 11 Maret 2013 pukul 08.30 WIB.
*Makalah ini merupakan persyaratan administrsi pada Workshop Jurnalistik dan Karya Tulis Ilmiah UIN Sunan Gunung Djati Bandung di Sabda Alam Resort Garut tahun 2013