Dimensi Psikis Manusia: A-Nafs, Al’Aql,
Ar-Ruh, Al-Fitrah, As-Shodr, Al-Qolbu, Al-Fuad.
1. An-Nafs
Pengertian
Al-nafs menurut Al Qur`an, dapat disimpulkan dengan satu pernyataan bahwa nafs
adalah makhluk yang memiliki eksistensi, sifat dan karakteristik khusus. Oleh
karena itu, dalam pengertian ini dapat mengalami kematian dan kebinasaan
sebagaiman makhluk -makhluk lainnya.
Nafs dalam arti jiwa telah di
bicarakan para ahli sejak kurun waktu yang sangat lama. Dalam persoalan nafs telah di bahas dalam kajian filsafat,
psikologi dan juga ilmu tasawuf sendiri. Dalam filsafat,jiwa di anggap
merupakan subtansi materi, sehingga manusia di pandang memiliki jiwa dan raga,
jiwa merupakan suatu kemampuan, yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam
kegiatan -kegiatan, jiwa semata -mata sebagai sejenis proses yang tampak pada
organisme -organisme hidup, jiwa senada dengan tingkah laku. Dalam psikologi,
jiwa di hubungkan dengan tingkah laku, psikologi mengkaji perbuatan -perbuatan
yang di pandang sebagai gejala -gejala jiwa. Teori -teori psikologi baik
psikoanalisa, behaviorisme maupun humanisme memandang jiwa sebagai suatu yang
berada di belakang tingkah laku. Dalam tasawuf ,nafs diartikan sesuatu yang
melahirkan sifat tercela, al -Ghozali (W. 1111 M) misalnya, menyebut nafs
sebagai pusat potensi marah dan syahwat pada manusia.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,
nafs ( nafsu ) juga di fahami sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat
kurang baik, padahal dalam al -Qur`an,nafs tidak selalu berkonotasi negative.
Nafs dalam konteks manusia menunjukkan kepada sisi dalam manusia yang
berpotensi baik dan buruk. Selain itu juga tentang hakikat menusia atau
sekurang -kurangnya tentang sifat -sifat yang secara alami melekat pada
manusia, atau hokum -hokum yang berlaku pada kejiwaan manusia. Menurut sastra
arab kuno menggunakan kata nafs untuk menyebut diri,seseorang sementara kata
roh digunakan untuk menyebut nafas dan angina. Pada masa awal turunnya al-
Qur`an, kata nafs digunakan untuk menyebut jiwa atau sisi dalam manusia,
sementara roh digunakan untuk menyebut malaikat jibril atau anugrah ketuhanan
yang istimewa. Baru periode setelah al -Qur`an secara keseluruhan memasyarakat
di dunia islam, nafs digunakan oleh literature arab untuk menyebut jiwa dan roh
secara silang dan keduanya digunakan untuk menyebut rohani, malaikat dan jin.
Bahasa arab juga menggunakan istilah nafsiyun (ﻨﻔﺴﻲ) dan nafsaniyun (ﻨﻔﺴﺍ
ﻨﺴﻲ) untuk menyebut hal -hal
yang berhubungan dengan nafs.
2. Al-Qolbu
Qalbu merupakan salah satu istilah–berasal dari bahasa Arab yang sudah
diadaptasi (dipinjam) oleh bahasa Indonesia –dan dieja menjadi kalbu dan
digunakan dalam arti hati atau hati nurani. Padahal makna generiknya adalah: membalik
(yang berada di atas menjadi di bawah; yang di kanan menjadi di kiri; yang
nyata menjadi tidak nyata); berpaling; berubah; marah; inti, esensi dan
jantung (Anis, II, 1970: 753 dan Wehr, 1980: 784). Qalbu memang menjadi
salah satu ukuran kualitas manusia. Karena itu, kita sering mendengar ungkapan:
berhati emas, berhati baja, berhati iblis, berhati mulia. Sifat-sifat
manusia, yang baik maupun yang buruk, juga sering dilukiskan dengan menggunakan
idiom hati, seperti: iri hati, panas hati, gelap hati, besar hati,
kelembutan hati, jatuh hati, kecil hati, dan sebagainya.
Qalbu merupakan salah satu karunia Allah Swt. yang sifat dan fungsinya
luar biasa besar dalam kehidupan manusia, sehingga tidak jarang kita menemui
ungkapan: "Dalamnya laut dapat diduga; dalamnya hati siapa tahu".
"Hatiku tidak dapat dibohongi." "Hati adalah pangkal
pahala dan dosa," kata Ebied G. Ade. Dalam al-Qur'an Qalb disebut
sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai (QS. al-Hajj
[22]: 46). Qalb hanya menampung hal-hal yang disadari, dan keputusan
yang diambil oleh qalb berimplikasi pahala dan dosa (Mubarok, 2001: 6).
Oleh karena itu, Allah pada hari kiamat tidak akan melihat rupa dan fisik kita,
tetapi yang dilihat (dan dinilai) oleh-Nya adalah hati dan amal perbuatan kita
(HR. Muslim)
3. Ar-Ruh
Ruh
dalam bahasa Arab digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, malaikat,
perintah dan rahmat. Jika kata ruhani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk
menyebut lawan dari dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab kata ruhaniyyun
digunakan untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad,
seperti: malaikat dan jin (Mubarok, 2001:10). Al-Qur'an, antara lain,
menggunakan kata ruh untuk menunjukkan makna nyawa menyebabkan seseorang masih
tetap hidup (QS. al-Isra' [17]: 85), malaikat (QS. al-Syu'ara' [26]: 193),
rahmat Allah (QS. al-Mujadalah [58]: 22) dan al-Qur'an (QS. al-Syura [42]: 52).
Mengenai ruh manusia, meski disebutkan ada proses peniupan ruh ke dalam
tubuh manusia (QS. al-Shaffat [37]: 7-9), tetapi dari ayat itu juga dapat
dipahami bahwa ruh itu semacam sinergi dari elemen-elemen sistem organ tubuh.
Artinya ketika organ-organ tubuh manusia semuanya berfungsi maka ruh hadir, dan
ketika tidak berfungsi, ruh menghilang, sehingga kehadiran ruh dapat dipahami
sebagai sunnatullah
(hukum Allah) yang dapat dirumuskan dengan: jika x maka y.
4.
Al-Aql
Kata akal berasal dari kata dalam
bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola -ya’qilu -‘aqlan
yang maknanya adalah “ fahima wa tadabbaro “ yang artinya “paham (tahu,
mengerti) dan memikirkan (menimbang) “. Maka al-‘aql, sebagai mashdarnya,
maknanya adalah “ kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu “. Sesuatu itu bisa
ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh panca
indra.
Letak akal
Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat
Al-Hajj (22) ayat 46, yang artinya,” Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi
lalu ada bagi mereka al-qolb (yang dengan al-qolb itu) mereka memahami (dan
memikirkan) dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang dengan telinga itu)
mereka mendengarkan dengannya, maka sesungguhnya tidak buta mata mereka tapi
al-qolb (mereka) yang di dalam dada.” Dari ayat ini maka kita tahu bahwa
al-’aql itu ada di dalam al-qolb, karena, seperti yang dikatakan dalam ayat tersebut,
memahami dan memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami dan
memikirkan itu dilakukan oleh al-‘aql maka tentu al-‘aql ada di dalam al-qolb,
dan al-qolb ada di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah
jantung, bukan hati dalam arti yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam
dada, dan hati dalam arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab
adalah al-kabd.
5.
Al-Fitrah
Dalam
Alqur’an, kata fitrah berasal dari kata fathara. Fitrah mengandung arti
“yang mula-mula diciptakan Allah”, “keadaan yang mula-mula”, “yang asal”, atau
“yang awal”. Jika melihat firman Allah dalam surat al-An’am ayat 79, sebuah
surat yang sangat dikenal karena sering dilafadzkan dalam pembukaan shalat, sebelum
membaca al-Fatihah, yang bunyinya adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada
Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Q.S.
al An’am [6]: 79).
Kata fitrah dalam konteks ayat ini (fathara)
dikaitkan dengan pengertian hanif, yang jika diterjemahkan
secara bebas menjadi “cenderung kepada agama yang benar”. Dari pengertian
tersebut, timbul suatu teori, bahwa agama umat manusia yang paling asli adalah
menyembah kepada Allah. Dan disinilah sejatinya letak fitrah manusia.
Disebutkan dalam Alqur’an surat al-A’raf ayat 172, bahwa fitrah manusia
ditandai dengan perjanjian manusia dengan Allah segera setelah manusia
diciptakan:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari rahim mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka
menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Q.S.
al-A’raf [7] 172).
Memang,
tidak selamanya manusia tetap dalam ikatan perjanjian dengan Allah sebagaimana
tergambar dalam surat al-A’raf itu. Manusia juga memiliki potensi negatif,
sebagaimana firman Allah SWT: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya (Q.S. Asy Syams [91]: 8). Seiring
perkembangan usia dan pergaulannya, manusia hampir selalu menodai perjanjian
itu atau bahkan memutuskannya. Pada kondisi seperti inilah manusia sebenarnya
telah jauh dari ajaran-ajaran agama, karena lebih memberati dorongan nafsu,
dorongan-dorongan untuk melakukan kejelekan dan kemaksiatan. Manusia lupa akan
fitrahnya, lupa akan asal mulanya, lupa dengan janjinya kepada Allah.
6.
As-Shodru
As-Shodru secara bahasa artinya
dada, as-shodru merupakan salah satu lapisan hati yang berisi nafsu amarah dan
nafsu syahwat.
Orang disebut kafaru (kafir) apabila ia menutup Qolbunya dengan
hawa nafsu, sehingga cahaya Iman-nya tidak keluar. Itulah yang disebut
dalam Surat Al
Baqarah ayat 7 : Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran
mereka, serta penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat
berat.
Ada sekat yang menutupi, sehingga
Iman-nya tidak bisa berperan. Padahal asal-mulanya, sebelum manusia itu
lahir ke dunia, ketika masih di alam arwah imannya berperan. Karena perjalanan
waktu maka Ash
Shodru-nya ditutup dengan hawa nafsu, syahwat dan
pikiran-pikiran yang menentang AlQur’an, menentang Islam, menentang Allah subhanahu
wata’ala serta menentang Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.
Sehingga mereka disebut kafaru (kafir).
7.
Al-fuad
Al-Fu'ad adalah bagian dari pada
hati yang berkaitan dengan ma'rifat. Al-fu'ad adalah tempat melihat dan bagian
hati adalah pengetahuan jika pengetahuan dan ru’yah disatukan, sesuatu yang
tidak dapat terlihat dapat diketahui dan seseorang hamba menjadi yakin. Al-Fu'ad
merupakan tempat ma'rifat dan rahasia-rahasia, alat penglihat batin setiap kali
seseorang mendapat sesuatu yang bermanfaat, maka yang pertama kali merasakan
manfaat adalah fu'ad, lalu Qalb. Al-fu'ad terletak ditengah-tengah Qalb,
sedangkan Qalb berada di tengah-tengah Shadr.
Al-fu'ad merupakan potensi Qalb yang
berkaitan dengan indrawi, mengolah informasi yang sering dilambangkan berada
dalam otak manusia. fu'ad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur
kepada apa yang dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk pada
objektivitas, kejujuran dan jauh dari berbohong. Qalb diberikan potensi pikir,
yaitu hati dalam bentuk fu'ad. Kemampuan untuk mengolah, memilih, dan
memutuskan segala informasi ruang akal, berpikir, bertafakkur, memilih dan mengolah
data yang masuk dalam qalb manusia. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang
bermuatan moral Al-Fu'ad yang ada dalam al-Qur'an merupakan simbol dalam
penyebutan arti al-fu'ad adalah al Qalb karena bisa mengebu-mengebu dan
menyala-menyala al fu'ad dimiliki oleh manusia dan hewan yang memiliki Qalb dan
pula yang mengatakan al-fu'ad ditengah-tengah Qalb. Selain itu juga ada yang
menyatakan kata al-fu'ad: penutup Qalb atau kulit Qalb. Jika fuad adalah
isi/biji maka Qalb adalah bungkusan paling luar/kulitnya.
SUMBER
Jaelani, A.F. 1997. Penyucian Jiwa (Tazkiyatun Al-Qur’an- nafs).
Jakarta: Amzah.
________2002. Ensiklopedi Islam (kal-nah). Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2002, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
www.alsofwah.or.id