Tuesday, February 14, 2012

KEARIFAN LOKAL, SOLUSI MENGHADAPI DAMPAK NEGATIF MODERNISASI

           Dalam acara peluncuran “World Conference on Science, Education and Cultural 2010 (WISDOM)” pada tanggal 12 Agustus 2009 di Yogyakarta. Rektor UGM, Soedjarwadi menyatakan bahwa “masalah kesenjangan, adalah masalah paling besar yang kini di hadapi dunia, yaitu kesenjangan antara manusia dengan manusia, atau pun antara manusia dengan alam” (web. 12\08\09).
Makin lebarnya jurang kesenjangan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan alam adalah salah satu dari sekian banyak dampak negatif moderenisasi bagi kehidupan manusia. Moderinisasi menciptakan manusia-manusia yang individualistik, hedonis, dan menumbuhkan budaya konsumerisme. Salah satu contoh dampak negatif moderenisasi bagi kehidupan manusia adalah masyarakat kota terutama di kota-kota besar seperti Jakarta jarang sekali dalam suatu lingkungan mengenal seluruh warga yang ada di lingkungan tersebut, hasil investigasi salah satu stasiun TV swasta membuktikan bahwa antara tetangga seberang rumah pun tidak saling mengenal apalagi mengenal seluruh warga yang ada di lingkungan tersebut, sehingga keadaan demikian menjadi salah satu faktor tumbuh suburnya terorisme di Indonesia. Para teroris mayoritas bersembunyi di perumahan-perumahan kota besar, karena mereka mengetahuai bahwa warga di daerah itu jarang berinteraksi, atau contoh dampak negatif terhadap hubungan manusia dengan alam adalah manusia selalu berusaha mengeksploitasi alam dengan serakah supaya menghasilakan keuntungan yang besar  dan dengan alasan untuk  meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan dampak negatif yang terjadi akibat perbuatannya,  
Eksploitasi alam yang didasari keserakahan tanpa memperhatikan berbagai akibat yang ditimbulkan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan ekologis yang parah sehingga menyebabkan kerugian harta benda, dan nyawa yang tidak terhitung nilainya.
Dulu dekade 80-an sampai dekade 90-an Pulau Kalimantan dan Sumatera dikenal dengan hutan hujan tropisnya yang maha luas, yang kemudian menjadikan kedua pulau itu sebagai pulau favorit bagi para pengusaha kayu untuk menjalankan bisnisnya, sehingga terjadilah pembabatan hutan besar-besaran, dengan mendapatkan legalisasi dari pemerintah dalam bentuk HPH (Hak Pengelolaan Hutan), Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), atau konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) tanpa mereboisasi hutan yang telah dibabat, mereka berkilah bahwa mereka sudah membayar dana reboisasi kepada pemerintah yang semua dana itu tidak jelas kemana akhirnya. Sekarang rakyat Kalimantan dan Sumatera mulai merasakan akibatnya, pulau Kalimantan dan Sumatera yang dulunya jarang terkena banjir kini menjadi pulau langganan banjir dan longsor setiap musim hujan, dan masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkan akibat moderenisasi.   
Demikian, semua contoh di atas dapat memberikan gambaran bahwa manusia yang sudah masuk kedalam lingkaran moderenisasi seluruh tenaga, pikiran, dan waktunya hanya digunakan untuk mengejar kepuasan diri, dan kepuasan materi yang tidak dilandasi dengan keadaan sepiritual yang kuat serta dengan tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya sehingga kepuasan yang diperolehnya hanya akan bersifat semu sehingga dapat menjerumuskan dirinya kedalam jurang kebinasaan  bahkan akibat paling buruk adalah dapat ikut menjerumuskan orang lain yang tidak menahu tentang apa yang telah diperbuat oleh dirinya. Rektor Universitas Mulawarman menyatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi tetap dipacu, tetapi kualitas sumber daya alamnya juga tetap harus terpellihara. Aspek pembangunan ekonomi tidak boleh terpisahkkan dari aspek pembangunan lingkungan” (web. 12\08\09).
Solusi yang paling ampuh untuk mengatasi semua dampak negatif moderenisasi salah satunya adalah dengan cara membangkitkan, mengedepankan, dan menerapakan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat di tiap-tiap daerah di Indonesia, karena rakyat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istidat berbeda-beda dan tentunya setiap suku bangsa memiliki kearifan lokal khas tersendiri. Secara umum kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia adalah budaya gotong royong, toleransi, simpati, dan empati yang telah terpupuk sejak zaman nenek moyang. Dalam literatur-literatur sejarah mulai dari zaman pra sejarah, kerajaan Hindhu-Budha, kerajaan Islam sampai zaman pergerakan nasional bangsa Indonesia terkenal dengan kearifan lokal dalam bentuk budaya–budaya positif yang telah disebutkan di atas. Contoh nyata tentang keampuhan penerapan nilai-nilai kearifan lokal adalah ketika gempa bumi mengguncang Yogyakarta, warga Yogyakarta bahu membahu dengan pemerintah dan relawan membangun kembali Yoyakarta yang telah luluh lantak, proses rekonstruksi pasca gempa di Yogyakarta merupakan rekonstruksi pasca gempa paling cepat di Indonesia.
  Pendididikan tentang kearifan lokal sangat perlu untuk diberikan kepada para generasi muda penerus bangsa sehingga ketika mereka dewasa nanti mereka tidak melupakan kearifan lokal warisan nenek moyangnya dan siap menghadapi tantangan zaman serta proses moderenisasi tiada henti. Dalam proses pendidikan ini sangat diperlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama dari orang tua, dan guru di Sekolah, sebagai pihak pengganti orang tua bagi siswa-siswinya. Orang tua berperan sebagai guru utama dan pemberi suri tauladan (uswatun hasanah) yang baik bagi anaknya dalam proses penerapan nilai-nilai kearifan lokal sehingga tidak terjadi  kesenjangan yang tinggi antara teori dan praktek dilapangan, dan guru berperan memberikan pendidikan tentang kearifan lokal secara formal melalui pelajaran di Sekolah.
Penulis: Lubi Nurzaman

No comments:

Post a Comment