Sunday, November 20, 2011

Akidah Tauhid Sebagai Prinsip Sains

Aqidah Tauhid Sebagai Prinsip Sains

Oleh: Lubi Nurzaman, Kelas B Smester I Fak. Psikologi UIN Sunan Gunung Djati

A. Prinsip-Prinsip Tauhid

Dalam buku al-Tawhīd Its Implications for Thought and Life, al-Fārūqī menyatakan bahwa esensi peradaban Islam adalah Islam dan esensi Islam adalah
tauhid suatu afirmasi atau pengakuan bahwa Allah adalah Yang Maha Esa, Pencipta yang Mutlak, Transenden, dan Penguasa alam semesta.27 Di dalam buku ini dijelaskan bahwa prinsip-prinsip tauhid yang mencakup 11 aspek, yaitu:

1. Tauhid sebagai Prinsip Sejarah

Sejarah adalah penting bagi umat Islam dan akan dipertanggung jawabkan kepada Yang Mutlak. Harus dipahami bahwa hasil akhir dari sejarah adalah konsekuensi langsung dari tindakan mereka sendiri dalam sejarah, baik pada tingkat pribadi, maupun pada tingkat komunal. Tauhid dengan demikian memungkinkan umat Islam untuk memandang dirinya sendiri sebagai pusat pusaran sejarah, karena dia adalah satu-satunya wakil Tuhan yang dapat membawa kehendak-Nya menuju realisasi pemenuhannya dalam sejarah.

2. Tauhid sebagai Prinsip Pengetahuan

Tauhid sebagai prinsip pengetahuan adalah pengakuan bahwa Allah, Kebenaran (al-¦aqq), itu ada, dan dia Esa. Lewat tauhid, kebenaran bisa diketahui dan manusia mampu mencapainya. Sebagai prinsip metodologi, tauhid memiliki prinsip, pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas, artinya tidak boleh berdusta dan menipu, karena sesuatu dalam agama terbuka untuk diselidiki dan dikritik; kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki, di sini berlaku prinsip rasionalisme; dan, ketiga, keterbukaan bagi bukti yang baru,
yaitu melindungi kaum muslimin dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme
yang mengakibatkan kemandegan. Singkatnya adalah bahwa tauhid merupakan
kesatuan kebenaran.

3. Tauhid sebagai Prinsip Metafisika

Tauhid berarti penghapusan terhadap setiap kekuatan yang
bekerja dalam alam di samping Tuhan. Tauhid mengumpulkan seluruh benang
rajut kausalitas dan mengembalikan kepada Tuhan, bukan kepada kekuatan yang
lain. Tauhid di dalam Islam menjadi syarat bagi ilmu pengetahuan bukan
penghalang. Alam yang dipandang melalui tauhid, sangat sesuai dan siap diamati
dan dianalisis secara ilmiah.

Islam mengajarkan bahwa alam diciptakan sebagai panggung bagi manusia sebagai lapangan tempat tumbuh dan berkembang, menikmati anugerah Tuhan dengan aturan-aturan-Nya, yakni, 1) alam bukanlah milik manusia melainkan milik Tuhan. Manusia harus mampu menjaga keseimbangan ekologisnya, bukan mengeksploitasi atau merusak alam tersebut; 2) tatatan alam tunduk kepada manusia yang dapat mengubah seperti yang dikehendakinya dengan syarat ada
tanggung jawab di dalamnya; 3) dalam memanfaatkan dan menikmati alam, manusia diperintahkan untuk bertindak sesuai dengan aturan moral; dan, 4) Islam menuntut manusia untuk menyelidiki dan memahami pola-pola Tuhan dalam alam, tidak hanya pola-pola yang terkandung dalam ilmu-ilmu kealaman, tapi juga polapola yang terkandung dalam tatanan umum dan keindahan alam.

4. Tauhid sebagai Prinsip Etika

Artinya, bahwa pada satu sisi Allah swt. menampakkan sifat-sifat keangkerannya, namun pada sisilain Ia juga memperlihatkan sifat kasih sayangnya terhadap manusia. Maka, harus dipahami adalah ketika Allah menampakkan sifat keangkeran tersebut semata-mata karena cinta-Nya kepada manusia agar tidak terjerembab dalam kubangan kenistaan, kehinaan dan hidup penuh dengan dosa.

5. Tauhid sebagai Prinsip Tata Sosial

Sebagaimana pola-pola Tuhan dalam alam yang mencakup seluruh ciptaan, dan dengan demikian, ciptaan itu harus dibentuk menjadi kosmos yang tertib. Nilai ketentuan moral berlaku bagi semua orang, tidak terbatas kepada sekelompok manusia saja. Dari sini akan muncul dua konsekuensi dari prinsip masyarakat Islam; pertama, masyarakat Islam tidak akan pernah bisa membatasi dirinyapada suku, bangsa, ras atau kelompok tertentu saja; dan, kedua, masyarakat Islam mesti dikembangkan ke semua umat manusia. Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka, dan setiap manusia boleh bergabung di dalamnya.

6. Tauhid sebagai Prinsip Ummah

Ummah bersifat trans-lokal, tidak ditentukan oleh pertimbangan
geografis, dan trans-statal, yang bisa mencakup beberapa atau banyak negara.
Oleh karena itu, hakekat ummah adalah; 1) menentang etnosentrisme, maka ketika
etnisitas menjadi etnosentrisme, Islam mengutuknya sebagai kekufuran; 2) universalisme, di mana cita-cita komunitas universal adalah cita-cita Islam; 3) totalisme, artinya Islam relevan dengan setiap bidang kegiatan hidup manusia yang berdasarkan kehendak Tuhan; 4) kemerdekaan, tidak ada kekerasan, pemaksaan terhadap rakyat, regimentasi mungkin penting itu pun sebatas pelaksanaan saja; dan 5) misi, di mana ummah merupakan matriks wahyu Tuhan yang definitif, alat kehendak-Nya, dan titik di mana yang Ilahiah bertemu dengan kosmos, dan tujuan eksistensinya adalah agar firman Tuhan terjunjung tinggi.

7. Tauhid Sebagai Prinsip Keluarga

Keluarga Islam tetap akan lestari sebab ia ditopang oleh hukum Islam, dan
dideterminasi oleh hubungan eratnya dengan tauhid sebagai pengalaman agama
Islam. Islam menganggap bahwa keluarga mutlak perlu bagi pemenuhan tujuan
Ilahi. Tidak akan ada tauhid tanpa pemenuhan keluarga tersebut. Berpegang pada
tauhid berarti menghayati perintah-perintah Tuhan sebagai satu kewajiban, dan
pada saatnya harus mengaktualisasikan nilai-nilai yang tersirat dalam perintah-
perintah itu. Dalam membentuk keluarga, perlu diperhatikan hal-hal berikut, yaitu:
pertama, kesamaan derajat, karena Allah menjadikan laki-laki dan perempuan
sederajat dalam hak-hak keagamaan, etika dan sipil, serta tugas-tugas dan
kewajiban-kewajiban mereka. Mereka akan memiliki perbedaan fungsi ketika
menjadi ayah dan ibu.
Kedua, pembedaan peranan, Islam menganggap laki-laki
dan perempuan diciptakan dalam fungsi yang berbeda tetapi saling melengkapi.
Ketiga, busana muslimah, Islam memerintahkan wanita muslim untuk menutup
auratnya. Mereka harus punya fungsi di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

8. Tauhid sebagai Prinsip Tata Politik

Ummah sama dengan negara, artinya ia berdaulat dan memiliki organ-organ serta kekuasaan yang diperlukan oleh kedaulatan tersebut. Sebagai negara ummah lebih
tepat disebut
khilafah daripada daulah, karena yang pertama lebih dekat dengan
tradisi Islam dan tauhid yang bersumber dari Al-Qur'an. Di sini akan dilihat
khilafah mempunyai implikasi tauhid terhadap teori politik. Kekhalifahan
merupakan kesepakatan dari tiga dimensi, yaitu: pertama, kesepakatan wawasan
(
ijma‘ al-ru’yah), kesepakatan pikiran atau kesadaran akan pengetahuan nilai-nilai
yang membentuk kehendak Ilahi dan gerakan dalam sejarah yang telah
dihasilkannya. Bersama-sama dengan ijma‘ dan ijtihad merupakan suatu gerak
dialektika yang membentuk dinamisme Islam di bidang gagasan. Kedua,
kesepakatan kehendak (ijma‘ al-iradah), di sini ada sensus communis antara kaum
muslimin dalam kepatuhan yang padu terhadap seruan Tuhan, dan menerjemahkan
nilai-nilai menjadi tugas konkret bagi individu, kelompok, dan pemimpin. Ketiga,
kesepakatan tindakan (ijma‘ al-‘amal), ia merupakan titik klimaks dalam peristiwa
aktual, dan merupakan pelaksanaan dari kewajiban-kewajiban yang timbul dari
ijma‘. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam kesepakatan tindakan ini
adalah pemberian pendidikan kepada setiap anggota
ummah sampai pada batas dan
ketinggian di mana realisasi diri yang sepenuhnya dapat dicapai.

9. Tauhid sebagai Prinsip Tata Ekonomi

Dalam tata ekonomi melahirkan dua prinsip utama, yaitu; pertama, bahwa tidak satu individu atau kelompok pun boleh memeras yang lain;
kedua, tidak satu kelompok pun yang boleh mengasingkan atau memisahkan diri
dari kelompok umat manusia lainnya dengan tujuan untuk membatasi kondisi
ekonomi mereka sendiri. Tauhid menetapkan bahwa prinsip negara Islam harus
bebas dari monopoli dan penimbunan barang. Tauhid mempersiapkan
ummah
untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kehidupan ekonomi harus diatur
secara baik untuk memastikan kedua kebahagiaan tersebut. Kegagalan
mengaturnya berarti kegagalan
ummah secara kolektif, dan menuntut dilakukannya
perubahan yang lebih berakar dari perubahan pemerintahan.

10. Tauhid sebagai Prinsip Tata Dunia

Tauhid menuntut satu formasi dalam tata dunia, yaitu universalisme. Karena
ummah adalah suatu masyarakat baru yang diorganisasikan bukan atas dasar suku
atau ras, melainkan agama. Tata dunia baru (pax islamica) Islam adalah tatanan
yang penuh kedamaian. Perdamaian bersifat umum dan terbuka bagi semua
manusia, individu dan kelompok. Di luar semua hubungan ekonomi dan sosial
adalah klaim ideasional Islam bahwa manusia mesti memiliki tata kedamaian
universal, suatu tata komunikasi di mana orang-orang bebas memberi dan
menerima, mendengar dan didengar, meyakinkan dan diyakinkan terhadap suatu
kebenaran. Syariat mengakui hak setiap orang untuk memanfaatkan proses hukum.
Hukum Islam bertujuan mencari keadilan yang didefinisikan dalam terma-terma
individu. Keadilan mutlak gratis bagi seorang yang dinilai tidak bersalah oleh
pengadilan dan ongkos perkara dipikul oleh pihak yang bersalah. Pengadilan Islam
secara
ipso facto memiliki kekuasaan atau mempelajari setiap tuntutan dan
bertindak sesuai dengan tindakan hukum. Jelas sekali bahwa tidak ada diskriminasi
dalam tata dunia Islam, dan menjamin seluruh hak dan kewajiban setaip individu
maupun organisasi atau kelompok.

11. Tauhid sebagai Prinsip Estetika

Tauhid berarti pemisahan secara ontologis antara Tuhan dan seluruh yang bersifat
alam. Segala bentuk ciptaan Allah adalah makhluk dan tidak transenden serta
tunduk kepada hukum ruang dan waktu. Dengan pengalaman estetik (
aesthetic
experience), tauhid bermakna sebagai satu tangkapan yang dilakukan melalui alat
indera terhadap esensi metanatural yang bersifat
a priori dengan demikian
berarti ia bersifat transenden. Pengalaman estetik berkaitan dengan hasil
pengamatan tentang keindahan (the beauty) atau yang indah (the beautiful). The
beauty
bersifat objektif, tansendental, mistik, dan unspeakable; yaitu objek atau
sumber keindahan itu sendiri adalah Tuhan dan alam semesta. Sedangkan the beautiful bersifat subjektif, ekspresif, kultural, dan pemahaman
yang berkaitan dengan pengalaman estetik dan tangkapan pengamatan terhadap
the
beauty. Dalam kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan, rasa keindahan hadir sedekat mungkin dengan esensi a priori. Objek yang indah adalah apa yang terungkap dalam alam. Seni sebagai benda estetik merupakan hasil penemuan atas esensi metanatural yang ditampilkan dalam wujudnya yang jelas. Tauhid tidak bertentangan dengan kreativitas seni, sebaliknya tauhid mendorong pengembangan nilai keindahan dalam kehidupan. Nilai keindahan yang mutlak itu adalah diri Tuhan di dalam firman atau kehendak yang difirmankan-Nya.

Daftar Pustaka

Ismā’īl Rājī al-Fārūqi, Al-Tawhīd Its Implications for Thought and Life (Herndon Virginia: IIIT, 1986)

No comments:

Post a Comment